WhatsApp-Image-2025-05-06-at-07.04.16_60994d92

Mental dan Karakter Kesatria

Mental dan Karakter Kesatria

Ilmu memanah ini adalah salah satu keilmuan kekesatriaan. Ilmu yang mampu merubah seorang awam yang lemah menjadi seorang kesatria yang tangguh. Baik fisik, teknik maupun mental.

Para pemanah sering diistilahkan dengan pasukan elit. Dimana satu orang pemanah jitu setara dengan puluhan atau bahkan ratusan kesatria. Sebanyak batang anak panah yang dibawanya, sebanyak itu pula musuh yang mampu dikalahkannya. Sehingga 1 orang pemanah jitu yang membawa 100 anak panah, setara dengan 100 kestria tanpa keahlian memanah.

Memanah ini juga keahlian yang efektif di jarak dekat maupun jauh. Bisa digunakan oleh pasukan serbu yang mengandalkan kecepatan, ketepatan dan taktis. Atau juga pasukan intai di jarak jauh dengan jangkauan yang strategis, tapi mampu tumbangkan lawan dengan tembakan anak panah yang tepat tanpa diprediksi musuh.

Begitu tangguhnya mental seorang pemanah, sampai-sampai banyaknya musuh tak membuat hatinya gentar dan lusuh. Tak ada waktu untuk takut, justru musuh yang harusnya takut karena tidak memiliki pasukan pemanah. Di hatinya hanya ada berani dan keyakinan penuh bahwa setiap satu tembakan anak panahnya tidak akan sia-sia.

Tak ada waktu untuk mengeluh, meski jumlahnya tak imbang dibanding musuh. Pemanah tangguh punya mental tawakal. Dia yakin lesatan anak panahnya tidak akan pernah meleset. Karena yang melempar sejatinya bukan si pemanah, melainkan Allah tuhannya. Cukup memaksimalkan ikhtiar, mengarahkan busur dan anak panah ke sasaran, menariknya dengan sungguh-sungguh, dan melepaskannya dengan ikhlas sebagai penyempurna tawakalnya.

Keberadaan pemanah dapat dirasakan dan mampu menggetarkan pasukan lawan, meski mereka tak terlihat. Anak panah bisa datang dari berbagai arah tanpa terlihat siapa yang melesatkannya. Senyap, tepat, dan mematikan.

Pemanah tak harus tampil di permukaan untuk menampakan kehebatannya. Ujub, ria, ataupun takabur tak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya. Tujuannya hanya satu, lillahita’ala.

Memposisikan diri tak beda dengan busur dan anak panahnya, hanya sebagai alat. Tawakal menjadi kunci ketepatannya dalam tembakan.

Boleh jadi pemanah hadir di garis depan. Menjadi pasukan serbu sambil memacu kuda ataupun hanya dengan berlari. Tameng, pedang, dan tombak di barisan lawan tak mampu membendungnya. Semua diterjang. Semua porak-poranda karena kalah jangkauan.

Pemanah mampu bergerak cepat dan tembakannya tepat sasaran. Fisik dan mentalnya kuat menyala, tidak ada satupun gerakan sia-sia. Dia selalu waspada dan mampu bergerak kesana kemari mencari titik lemah pasukan lawan.

Tepat bukan menjadi satu-satunya kebahagiaan si pemanah. Lebih dari itu, ia ingin dengan ratusan anak panah yang dilesatkannya, agama islam menjadi tegak dan membumi.

Bukan dengan perang, tapi dengan akhlaq yang menawan hati seperti halnya ratusan anak panah yang menghujam. Lesatan anak panah ibarat ucapan dan perilaku yang ketika lurus niatnya, benar caranya, dan dari hati datangnya, maka akan sampai ke hati.

Pemanah mampu tampil gagah dan garang di medan perang. Namun dalam kesehariannya mampu terlihat ramah dan rendah hati sambil menebar salam. Bahkan tanda-tanda dirinya sebagai pemanah tak bisa tertebak selain hanya akhlaqnya yang mulia.

Mental tangguh kesatria elit ini yang jika diilhami, akan memadu menjadi mental dan karakter positif si pemanah. Butuh proses yang panjang dan latihan yang tekun agar mental dan karakter tangguh ini bisa tertanam dalam diri pemanah.

Hati harus bersih. Niat harus lurus lillahita’ala. Dan caranya harus benar mengikuti cara-cara yang dicontohkan Rasulullah dan para Sahabatnya. Memanah untuk syiar, mengutamakan akhlaq dan menebar salam tanpa harus bertikai.

Tapi ketika musuh datang menyerang, pantang hati berbailik dan lari kebelakang. Meski jumlah tak imbang, dalam hati penuh yakin bahwa Allah dan rasul-Nya tidak akan tinggal diam.

Kata Rasulullah SAW, Memanahlah… karena aku bersama kalian.

***

Memanah berasal dari kata dasar ‘manah’ dengan tambahan awalan kata. Manah dalam bahasa sunda dan jawa berarti hati. Sehingga “me-manah” dapat diartikan menggunakan hati, mengelola hati, membersihkan hati, memperbaiki hati.

Pemanah yang menggunakan hati, ‘lesatan anak panahnya akan sampai ke hati’. Keilmuan memanah dengan menyertakan hati, akan melahirkan seorang pemanah yang memiliki hati yang menawan. Bukan saja tepat tembakannya, tapi juga baik akhlaqnya dan rendah hatinya. Menang tak membuatnya merasa hebat dan merendahkan yang lainnya. Kalah pun tak membuatnya kecewa secara berlebihan.

Berdiri satu baris bersama lawan tanding dalam lomba, tidak menyepelekan ataupun merasa lebih rendah dari lawannya. Tetap fokus pada sasaran dan waspada kehebatan lawan tandingnya menjadi ikhtiar yang tidak terpisahkan.

Waspada dan fokus adalah bentuk respect terhadap lawan, tidak merendahkan atau merasa rendah. Ini adalah akhlaq seorang pemanah. Serius, fokus, dan tetap waspada.

Semakin sering pemanah memainkan anak panahya, semakin lihai dia dalam menembakkan anak panahnya. Dan ternyata intensitas berlatih memanah ini butuh perjuangan untuk melawan rasa malas dalam hatinya. Dengan disiplin latihan memanah, seorang pemanah akan mampu mengelola hatinya dengan baik.

Rasa malas, moody, cepat puas, mudah emosi, mudah kecewa, berbangga diri, ataupun pesimis adalah sekian dari banyak sifat negatif yang membanjiri hati.

Sementara lawannya, rajin, ceria, antusias, tenang, memaafkan, rendah hati ataupun optimis adalah sifat positif yang juga ada di hati setiap orang.

Kita hanya perlu memilih, mau malas atau rajin. Mau moody atau selalu ceria. Mau cepat puas atau selalu antusias. Mau mudah emosi atau tetap tenang. Mau mudah kecewa atau memaafkan. Mau berbangga diri atau rendah hati. Mau pesimis atau optimis. Tinggal kita pilih. Dan tinggal kita kelola saja hati kita ingin punya sebanyak apa sifat positifnya.

Sebanyak anak panah yang ditembakkan seharusnya sebanyak itu juga sifat negatif kita lemparkan keluar dari hati kita.

Sehingga semakin sering kita berlatih memanah, sesering itu juga kita membersihkan hati dari sifat negatif. Dan yang tersisa hanya sifat-sifat positif. Atau kalaupun masih ada sifat negatif dalam hati, tetap sifat positifnya mendominasi.

Dengan memanah inilah kita bisa memperbaiki hati. Dari sini akan lahir mental dan karakter kesatria.

Dimana seorang kesatria hatinya bersih dari sifat negatif. Berbangga diri, rendah diri, pesimis, meremehkan orang lain, merasa hebat dari yang lainnya, itu bukan mental seorang kesatria.

Mental dan karakternya positif. Rendah hati, tidak ujub dan tidak takabur, jauh dari ria, selalu optimis karena tawakal, respect terhadap siapapun, ini yang mesti ada dalam diri seorang kesatria. Niatnya selalu lurus seperti lurusnya lesatan anak panah. Pribadinya mengagumkan karena akhlaqnya yang mulia. Banyak orang kagum bukan karena tepatnya anak panah pada sasaran, tapi ‘anak panah’ yang tepat menghujam hati.

Bagikan Ke :
Tags: No tags
5 3 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
4 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Farhan Arief Rifai
June 5, 2025 6:32 am

MasyaAllah Tabarokallah, Semangat!

Lis
Lis
June 5, 2025 6:42 am

MaaSyaa Allah Allahumma Baarik… Semangat berprestasi anak² hebat